Sabtu, 25 April 2009

PENGELOLAAAN KAWASAN HUTAN MANGROVE YANG BERKELANJUTAN

0 komentar

(1. Ekosistem Mangrove
1.1 Sumber Daya Mangrove dan Pesisir
Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada ai laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta endapan debu (sedimentasi ) dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh. Dengan demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat oleh kedua pengaruh darat dan laut.
Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar-walaupun tidak semua-wilayah Indonesia. Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penghubung antara daratan dan lautan. Tumbuhan, hewan benda-benda lainnya, dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah daratan atau ke arah laut melalui mangrove. Mangrove berperan sebagai )
...

(filter untuk mengurangi efek yang merugikan dari perubahan lingkungan utama, dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata.
Habitat mangrove sendiri memiliki keanekaragaman hayati yang rendah dibandingkan dengan ekosistem lainnya, karena hambatan bio-kimiawi yang ada di wilayah yang sempit diantara darat laut. Namun hubungan kedua wilayah tersebut mempunyai arti bahwa keanekaragaman hayati yang berada di sekitar mangrove juga harus dipertimbangkan, sehingga total keanekaragaman hayati ekosistem tersebut menjadi lebih tinggi. Dapat diambi suatu aksioma bahwa pengelolaan mangrove selalu merupakan bagian dari pengelolaan habitat-habitat di sekitarnya agar mangrove dapat tumbuh dengan baik.
Potensi ekonomi mangrove diperoleh dari tiga sumber utama yaitu hasil hutan, perikanan estuarin dan pantai (perairan dangkal), serta wisata alam. Selain itu mangrove memainkan peranan penting dalam melindungi daerah pantai dan memelihara habitat untuk sejumlah besar jenis satwa, jenis yang terancam punah dan jenis langka yang kesemuanya sangat berperan dalam memelihara keanekaragaman hayati di wilayah tertentu.
Karena tekanan pertambahan penduduk terutama didaerah pantai, mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan, hutan mangrove dengan cepat menjadi semakin menipis dan rusak di seluruh daerah tropis. Kebutuhan yang seimbang harus dicapai diantara memenuhi kebutuhan sekarang untuk pembangunan ekonomi di suatu pihak, dan konservasi sistem pendukung lingkungan di lain pihak. Tumbuhnya kesadaran akan fungsi perlindungan, produktif dan socio-ekonomi dari ekosisitem mangrove di daerah tropika, dan akibat semakin berkurangnya sumber daya alam tersebut, mendorong terangkatnya masalah kebutuhan konservasi dan kesinambungan pengelolaan terpadu sumber daya-sumber daya bernilai tersebut.Mengingat potensi multiguna sumber daya alam ini, maka merupakan keharusan bahwa pengelolaan hutan mangrove didasarkan pada ekosistem perairan dan darat, dalam hubungan dengan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir terpadu.
Menipisnya hutan mangrove menjadi perhatian serius negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dalam masalah lingkungan dan ekonomi. Perhatian ini berawal dari kenyataan bahwa antara daerah antara laut dan darat ini, mangrove memainkan peranan penting dalam menjinakkan banjir pasang musiman (saat air laut pasang pada musim penghujan) dan sebagai pelindung wilayah pesisir. Selain itu, produksi primer mangrove berperan mendukung sejumlah kehidupanseperti satwa yang terancam punah, satwa langka, bangsa burung (avifauna) dan juga perikanan laut dangkal. Dengen demikian, kerusakan dan pengurangan sumber daya vita tersebut yang terus berlangsung akan mengurangi bukan hanya produksi dari darat dan perairan, serta habitat satwa liar, dan sekaligus mengurang keanekaragaman hayati, tetapi juga merusak stabilitas lingkungan hutan pantai yang mendukung perlindungan terhadap tanaman pertanian darat dan pedesaan.

1.2 Cakupan Sumberdaya Mangrove
a.Satu atau lebih jenis tumbuhan mangrove yang hidupnya hanya di habitat mangrove
b.Satu atau lebih jenis tumbuhan yang hidup di habitat mangrove, tetapi juga dapat hidup di habitat selain mangrove
c.Berbagai jenis fauna baik fauna terestris maupun fauna laut yang bersosiasi dengan habitat mangrove, baik secara permanen maupun secara sementara
d.Semua proses alamiah yang berperan dalam memelihara kberadaan ekosistem mangrove (mis : sedimentasi)
e.Penduduk yang hidupnya bergantung pada sumber daya mangrove.

1.3 Hutan Mangrove di Indonesia
Hutan mangrove ditemukan hampir di seluruh kepulauan di Indonesia di 30 provinsi yang ada. Tetapi sebagian besar terkonsentrasi di Papua, Kalimantan (Timur dan Selatan) Riau dan Sumatera Selatan.Meskipun wilayah hutan mangrove yang laus ditemukan di 5 provinsi seperti tersebut di atas, namun wilayah blok mangrove yang terluas di dunia tidak terdapat di Indonesia, melainkan di hutan mangrove Sundarbans (660.000 ha) yang terletak di Teluk Bengal, Bangladesh.
Meskipun secara umum lokasi mangrove diketahui, namun luas total hutan mangrove yang masih ada di Indonesia belum diketahui secara pasti.Walaupun mangrove dengan mudah diidentifikasi melalui penginderaan jarak jauh, terdapat variasi yang nyata diantara data statistik yang dihimpun oleh instansi-instansi di Indonesia, misalnya yang ada di Departemen Kehutanan, dan yang ada di organisasi internasional seperti FAO berkisar antara 2,17 dan 4,25 juta hektar (mangrove dalam kawasan hutan).
Ketidakcocokan ini disebabkan oleh penggunaan data lama yang meluas. Angka 4,25 juta ha yang dikutip oleh FAO pada 1982 diambil sepenuhnya dari data tahun 1970-an. Sumber utama lain yang tampk tidak konsisten diantara sumber-sumber data adalah estimasi untuk Papua, yakni provinsi dengan hutan mangrove terluas yang berkisar dari 0,97 s/d 2,94 juta ha ( Departemen Kehutanan dan FAO 1990). Kemungkinan angka tersebut mencakup puluhan ribu hektar hutan rawa sagu (Metroxylon spp) yang terdapat di rawa air tawar pada tepian zona pantai di Papua.
Data terkhir yang terdapat di Ditjen RLPS Dep. Kehutanan tahun 2001 menunjukkan bahwa terdapat 8,6 juta ha mangrove di Indonesia, terdiri 3,8 juta ha di dalam kawasan hutan dan 4,8 juta ha di luar kawasan hutan.
Untuk mengurangi ketidakpastian tentang luas hutan mangrove tersebut perlu dilakukan Inventarisasi Hutan Mangrove Nasional agar diperoleh kepastian dan pengelolaan yang lebih baik.
Hutan mangrove di Papua merupakan salah satu wilayah utama mangrove di Indonesia dan satu dari areal yang terluas di dunia , yang sampai saat ini tidak mendapat tekanan besar untuk dikonversi menjadi penggunaan lain dan ini memberi kesempatan khusus bagi Indonesia guna melaksanakan mandat nasional dan internasional untuk konservasi sumber daya biologi yang bermakna bagi dunia.
Walaupun angka yang ada tidak akurat, namun yang pasti telah terjadi adalah penurunan areal luas hutan mangrove secara drastis di Indonesia terutama di Sumatera Bagian Timur, Sulawesi Selatan dan Jawa selama kurun waktu 20 tahun terakhir, sebagai akibat dari konservasi untuk penggunaan-penggunaan lain terutama pengembangan tambak akibat booming harga udang pada tahun 80-an dan 90-an.

1.4 Ancaman Terhadap Hutan Mangrove di Indonesia
Hutan mangrove di Indonesia berada dalam ancaman yang meningkat dari berbagai pembangunan, diantara yang utama adalah pembangunan yang cepat yang terdapat di seluruh wilayah pesisir yang secara ekonomi vital. Konsevasi kemanfaatan lain seperti untuk budidaya perairan, infrastruktur pantai termasuk pelabuhan, industri, pembangunan tempat perdagangan dan perumahan, serta pertanian, adalah penyebab berkurangnya sumber daya mangrove dan beban berat bagi hutan mangrove yang ada. Selain ancaman yang langsung ditujukan pada mangrove melalui pembangunan tersebut, ternyata sumber daya mangrove rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari habitatnya.
Ancaman dari luar tersebut yang sangat serius berasal dari pengelolaan DAS yang serampangan, dan meningkatnya pencemar hasil industri dan domestik (rumah tangga) yang masuk ke dalam daur hdrologi. Hasil yang terjadi dari erosi tanah yang parah dan meningkatnya kuantitas serta kecepatan sedimen yang diendapkan di lingkungan mangrove adalah kematian masal (dieback) mangrove yang tidak terhindarkan lagi karena lentisel-nya tersumbat oleh sedimen tersebut. Polusi dari limbah cair dan limbah padat berpengaruh serius pada perkecambahan dan pertumbuhan mangrove.
Ancaman langsung yang paling serius terhadap mangrove pada umumnya diyakini akibat pembukaan liar mangrove untuk pembangunan tambak ikan dan udang. Meskipun kenyataannya bahwa produksi udang telah jatuh sejak beberapa tahun yang lalu, yang sebagaian besar diakibatkan oleh hasil yang menurun, para petambak bermodal kecil masih terus membuka areal mangrove untuk pembangunan tambak baru. Usaha spekulasi semacam ini pada umumnya kekurangan modal dasar untuk membuat tambak pada lokasi yang cocok, tidak dirancang dan dibangun secara tepat, serta dikelola secara tidak profesional. Maka akibat yang umum dirasakan dalam satu atau dua musim, panennya rendah hingga sedang , yang kemudian diikuti oleh cepatnya penurunan hasil panen , dan akhirnya tempat tersebut menjadi terbengkalai.
Di seluruh Indonesia ancaman terhadap mangrove yang diakibatkan oleh eksploitasi produk kayu sangat beragam, tetapi secar keseluruhan biasanya terjadi karena penebangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan HPH atau industri pembuat arang seperti di Sumatera dan Kalimantan. Kayu-kayu mangrove sangat jarang yang berkualitas tinggi untuk bahan bangunan. Kayu-kayu mangrove tersebut biasanya dibuat untuk chip (bahan baku kertas) atau bahan baku pembuat arang untuk diekspor keluar negeri.
Pada umumnya jenis-jenis magrove dimanfaatkan secara lokal untuk kayu bakar dan bahan bangunan lokal. Komoditas utama kayu mangrove untuk diperdagangkan secara internasional adalah arang yang berasal dari Rhizophora spp., yang mempunyai nilai kalori sangat tinggi.
Barangkali ancaman yang palingserius bagi mangrove adalah persepsi di kalangan masyarakat umum dan sebagian besar pegawai pemerintah yang menganggap mangrove merupakan sumber daya yang kurang berguna yang hanya cocok untuk pembuangan sampah atau dikonversi untuk keperluan lain. Sebagian besar pendapat untuk mengkonversi mangrove berasal dari pemikiran bahwa lahan mangrove jauh lebih berguna bagi individu, perusahaan dan pemerintah daripada sebagai lahan yang berfungsi secara ekologi. Apabila persepsi keliru tersebut tidak dikoreksi, maka masa depan mangrove Indonesia dan juga mangrove dunia akan menjadi sangat suram.

2. Justifikasi Perlunya Ekosistem Mangrove Dikelola Secara Berkelanjutan
Beberapa justifikasi untuk mengelola ekosistem mangrove secara berkelanjutan adalah :
2.1 Mangrove merupakan SDA yang dapat dipulihkan (renewable resources atau flow resources yang mempunyai manfaat ganda (manfaat ekonomis dan ekologis). Berdasarkan sejarah, sudah sejak dulu hutan mangrove merupakan penyedia berbagai keperluan hidup bagi berbagai masyarakat lokal. Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK, hutan mangrove menyediakan berbagai jenis sumber daya sebagai bahan baku industri dan berbagai komoditas perdagangan yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa negara. Secara garis besar, manfaat ekonomis dan ekologis mangrove adalah :

a. Manfaat ekonomis, terdiri atas :
1)Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu bakar, arang, serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu)
2)Hasil bukan kayu
Hasil hutan ikutan (tannin, madu, alcohol, makanan, obat-obatan, dll)
Jasa lingkungan (ekowisata)
b. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindung lingkungan, baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagaia jenis fauna, diantaranya :
Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang
Pengendali intrusi air laut
Habitat berbagai jenis fauna
Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.
Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi
Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air)
Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibandingkan tipe hutan lain.
2.2. Mangrove mempunyai nilai produksi primer bersih (PPB) yang cukup tinggi, yakni : biomassa (62,9-398,8 ton/ha), guguran serasah (5,8-25,8 ton/ha/th) dan riap volume (20 ton/ha/th, 9 m3/ha/th pada hutan tanaman bakau umur 20 tahun). Besarnya nilai produksi primer ini cukup berarti bagi penggerak rantai pangan kehidupan berbagai jenis organisme akuatik di pesisir dan ehidupan masyarakat pesisir itu sendiri.
2.3 Dalam skala internasional, regional dan nasional, hutan mangrove luasnya relatif kecil bila dibandingkan, aik dengan luas daratan maupun luasan tipe hutan lainnya, padahal manfaatnya (ekonmis dan ekologis) sangat penting bagi kelangsungan kehidupan masyarakat (khususnya masyarakat pesisir), sedangkan dipihak lain ekosistem mangrove bersifat rentan (fragile) terhadap gangguan dan cukup sulit untuk merehabilitasi kerusakannya.
2.4 Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun bersama dengan ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun biologis.
2.5 Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi yang saat ini sebagaian besar manfaatnya belum diketahui.


3. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan
3.1 Landasan Filosofi Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Berkelanjutan
Tindakan pengelolaan SDA mempunyai tujuan utama untuk menciptakan ekosistem yang produktif dan berkelanjutan untuk menopang berbagai kebutuhan pengelolaannya. Oleh karena itu pengelolaan SDA harus diarahkan agar :
a.Praktek pengelolaan SDA harus meliputi kegiatan eksploitasi dan pembinaan yang tujuannya mengusahakan agar penurunan daya produksi alam akibat tindakan eksploitasi dapat diimbangi dengan tindakan peremajaan dan pembinaan. Maka diharapkan manfaat maksimal dari SDA dapat diperoleh secara terus menerus.
b.Dalam pengelolaan SDA yang berkelanjutan, pertimbangan ekologi dan ekonomi harus seimbang, oleh karena itu pemanfaatan berbagai jenis produk yang diinginkan oleh pengelola dapat dicapai dengan mempertahankan kelestarian SDA tersebut dan lingkungannya.
Dengan demikian secara filosofis, pengelolaan SDA berkelanjutan dipraktekan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dari pengelola, dengan tanpa mengabaikan pemenuhan kebutuhan bagi generasi yang akan datang, baik dari segi keberlanjutan hasil maupun fungsi.

3.2 Permasalahan Utama dan Tujuan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan
Sebagai suatu ekosistem hutan, mangrove sejak lama telah diketahui memiliki berbagai fungsi ekologis, disamping manfaat ekonomis yang bersifat nyata, yaitu menghasilkan kayu yang bernilai ekonomi tinggi. Sebagaimana halnya dalam pengelolaan SDA lain yang bermanfaat ganda, ekonomis dan ekologis, masalah utama yang dihadapi dalam pengelolaan hutan mangrove adalah menentukan tingka pengelolaan yang optimal, dipandang dari kedua bentuk manfaat (ekonomi dan ekologi tersebut).
Dibandingkan dengan ekosistem hutan lain, ekosistem hutan mangrove memiliki beberapa sifat kekhususan dipandang dari kepentingan keberadaan dan peranannya dalam ekosistem SDA, yaitu :
a.Letak hutan mangrove terbatas pada tempat-tempat tertentu dan dengan luas yang terbatas pula.
b.Peranan ekologis dari ekosistem hutan mangrove bersifat khas, berbeda dengan peran ekosistem hutan lainnya.
c.Hutan mangrove memiliki potensi hasil yang bernilai ekonomis tinggi.
Berlandaskan pada kenyataan tersebut, diperlukan adanya keseimbangan dalam memandang manfaat bagi lingkungan dari hutan mangrove dalam keadaannya yang asli dengan manfaat ekonomisnya. Dalam hal ini tujuan utama pengelolaan ekosistem mangrove adalah sebagai berikut :
a.Mengoptimalkan manfaat produksi dan manfaat ekologis dari ekosistem mangrove dengan menggunakan pendekatan ekosistem berdasarkan prinsip kelestarian hasil dan fungsi ekosistem yang bersangkutan.
b.Merehabilitasi hutan mangrove yang rusak.
c.Membangun dan memperkuat kerangka kelembagaan beserta iptek yang kondusif bagi penyelenggaraan pengelolaan mangrove secara baik.
3.3 Kendala dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove
a. Kendala Aspek Teknis
1)Kondisi habitat yang tidak begitu ramah, yakni tanah yang anaerob dan labil dengan salinitas yang relatif tinggi apabila dibandingkan dengan tanah mineral, adanya pengaruh pasang surut dan sedimentasi serta abrasi pada berbagai lokasi tertentu.
2)Adanya pencampuran komponen ekosistem akuatik (ekosistem laut) dan ekosistem daratan, yang mengakibatkan pengelolaannya menjadi lebih kmpleks. Hal ini mengharuskan kecermatan yang tinggi dalam menerapkan pengelolaan mengingat beragamnya sumber daya hayati yang ada pada umumnya relatif peka terhadap gangguan, dan adanya keterkaitan antara ekosistem mangrove dengan tipe ekosistem produktif lainnya di suatu kawasan pesisir (padang lamun, terumbu karang, estuaria).
3)Kawasan pantai dimana mangrove berada umumnya mendukung populasi penduduk yang ccukup tinggi, tetapi dengan tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan yang rendah.
b. Kendala Aspek Kelembagaan
Dalam pengelolaan wilayah pesisir beberapa kendala aspek kelembagaan diantaranya adalah :
1)Tata ruang kawasan pesisir di banyak lokasi belum tersusun secara baik, bahkan ada yang belum sama sekali.
2)Status kepemilikan bahan dan tata batas yang tidak jelas.
3)Banyaknya pihak yang berkepentingan dengan kawasan dan sumber daya mangrove
4)Belum jelasnya wewenng dan tanggung jawab berbagai stake holder yang terkait
5)Masih lemahnya law enforcement dari peraturan perundangan yang sudah ada
6)Masih lemahnya koordinasi di antara berbagai instansi yang berkompeten dalam pengelolaan mangrove
7)Praktek perencanaan, pelaksanaa dan pengendalian dalam pengelolaan mangrove belum banyak mengikutsertakan partisipasi aktif masyarakat yang berkepentingan dengan kawasan tersebut.




3.4 Bentuk Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Pengelolaan ekosistem (hutan) mangrove hendanya mencakup tiga benruk kegiatan pokok, yakni :
a.Pengusahaan hutan mangrove yang kegiatanna dapat dikendalikan dengan penerapan sistem silvikultur dan pengaturan kontrak (pemberian konsensi).
b.Perlindungan dan pelestarian hutan mangrove yang dilakukan dengan cara menunjuk, menetapkan dan mengukuhkan hutan mangrove menjadi hutan lindung, hutan konservasi (Suaka Alam, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Hutan Wisata, dll) dan kawasan lindung lainnya (Jalur hijau, sempadan pantai/sungai, dll)
c.Rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak sesuai dengan tujuan pengelolaannya dengan pendekatan pelaksanaan dan penggunaan iptek yang tepat guna.

3.5 Kriteria Umum Penetapan Kawasan Hutan Mangrove Berdasarkan Fungsinya
Dalam rangka menetapkan suatu kawasan hutan mangrove ke dalam ktegori kawasan hutan produksi (kawasan budidaya) dan kawasan hutan yang dilindungi (kawasan lindung) harus ditetapkan arahan kriterianya secara nasional. Untuk keperluan tersebut beberapa atribut yang dapat dijadikan kriteria antara lain adalah :
a. Kondisi fisik areal hutan
Ukuran relatif pulau dimana mangrove tumbuh
Luas areal hutan
Kondisi tanah
b. Keunikan, kelangkaan, keterwakilan dan kekhasan, baik pada level ekosistem maupun pada level sumber daya (jenis flora/fauna).
c. Kerawanan fungsi lindung terhadap lingkungan
d. Ketergantungan penduduk lokal terhadap hutan
e. Stok tegakan beserta regenerasinya dan hasil hutan bukan kayu, baik yang sudah ada peluang pasarnya maupun yang belum ada peluang pasarnya.

Berdasarkan tingkat pembobotan dari atribut-atribut tersebut di atas, maka dapat dilakukan scoring sebagai batas penetapan kawasan hutan mangrove berdasarkan fungsinya di suatu daerah.
Selain itu, penetapan suatu kawasan hutan mangrove menjadi kawasan lindung (hutan lindung dan hutan konservasi) dapat dilakukan tanpa sistem scoring apabila kondisi fisik areal hutan dan potensi sumber daya hayatiya dipandang perlu untuk dilindungi dan dilestarikan, misal :
a.Mangrove yang tumbuh di tanah berkoral atau tanah pasir podsol atau tanah gambut
b.Mangrove yang tumbuh pada kawasan pesisir yang arus air lautnya deras
c.Mangrove tempat bertelur penyu atau tempat berkembang biak/mencari makan/memijah jenis ikan yang langka/hampir punah/endemic
d.Kawasan lainnya yang dipandang perlu untuk dilindungi dan dilestarikan.

Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Alam Mangrove Produksi Lestari
Sampai saat ini kriteria dan indikator pengelolaan hutan alam mangrove produksi secara lestari belum disusun secara formal. Pada tahun 1999 LPP Mangrove (Yayasan Mangrove) mengadakan Workshop Penyempurnaan Kriteria Indikator Pengelolaan Hutan Alam Mangrove Produksi Lestari. Beberapa Kriteria dan Indikator hasil workshop tersebut yang mungkin dapat dijadikan acuan antara lain adalah :
Kriteria 1 : Kelestarian fungsi produksi
Indikator :
1)Kepastian penggunaan lahan sebagai kawasan hutan
2)Perencanaan dan implementasi penataan hutan menurut fungsi dan tipe hutan.
3)Besaran perubahan penutupan lahan hutan akibat perambahan dan alih fungsi kawasan hutan dan gangguan lainnya
4)Pemilihan dan penerapan sistem silvikultur yang sesuai dengan ekosistem hutan setempat
5)Macam dan jumlah hasil hutan non kayu terjamin
6)Investasi untuk penataan dan perlindungan hutan
7)Realisasi dana yang dialokasikan untuk pengelolaan kawasan dilindungi dan keanekaragaman hayati, termasuk spesies endemic, langka dan dilindungi.
8)Pengorganisasian kawasan yang menjamin kegiatan produksi yang kontinyu yang dituangkan dalam berbagai tingkat rencana dan diimplementasikan
9)Produksi tahunan sesuai dengan kemampuan produktivitas hutan
10)Efisiensi pemanfaatan hutan
11)Tingkat kerusakan pohon induk
12)Keabsahan sistem lacak balak dalam hutan
13)Kelancaran dan keteraturan pendanaan untuk kegiatan perencanaan, produksi dan pembinaan hutan.
14)Kesehatan perusahaan
15)Peran bagi pembangunan ekonomi wilayah
16)Sytem informasi manajemen
17)Satuan Pemeriksaan Internal (SPI)
18)Tersedianya tenaga profesional untuk perencanaan, perlindungan, produksi, pembinaan hutan dan manajemen bisnis
19)Investasi dan reinvestasi untuk pengelolaan hutan
20)Peningkatan modal hutan





Kriteria 2 : Kelestarian fungsi ekologis
Indikator :
1)Proporsi luas kawasan dilindungi yang berfungsi baik terhadap total kawasan yang seharusnya dilindungi serta telah dikukuhkan dan atau keberadaannya diakui pihak terkait.
2)Propoprsi luas kawasan dilindungi yang tertata baik terhadap total kawasan yang seharusnya dilindungi dan sudah ditata batas di lapangan
3)Intensitas gangguan terhadap kawasan dilindungi
4)Kondisi kenekaragaman spesies flora dan/atau fauna di dalam kawasan dilindungi pada berbagai formasi/ tipe hutan yang ditemukan di dalam unit manajemen
5)Intensitas kerusakan struktur hutan dan komposisi spesies tumbuhan
6)Efektifitas penyuluhan mengenai pentingnya pelestarian ekosistem hutan sebagai sistem penyangga kehidupan , dampak aktivitas lewat panen terhadap ekosistem hutan dan pentingnya pelestarian spesies dilindungi/endemic/langka
7)Intensitas dampak kegiatan kelola produksi terhadap satwa liar endemic/langka/dilindungi dan habitatnya
8)Pengamanan satwa liar endemic/langka/dilindungi dan habitatnya

Kriteria 3 : Kelestarian fungsi Sosial
Indikator :
1)Batas antara kawasan konsesnsi dengan kawasan komunitas setempat terdeliniasi secara jelas dan diperoleh melalui persetujuan antar pihak yang terkait di dalamnya.
2)Akses dan kontrol penuh masyarakat secara lintas generasi terhadap kawasan hutan adat terjamin.
3)Akses pemanfaatan hasil hutan oleh komunitas secara lintas generasi di dalam kawasan konsensi terjamin
4)Digunakannya tata cara atau mekanisme penyelesaian sengketa yang tepat terhadap pertentangan klaim atas hutan yang sama
5)Sumber-sumber ekonomi komunitas minimal tetap mampu mendukung kelangsungan hidup komunitas secara lintas generasi
6)Komunitas mampu mengakses kesempatan kerja dan peluang berusaha yang terbuka
7)Modal domestik berkembang
8)Peninjauan berkala terhadap kesejahteraan karyawan
9)Minimasi dampak unit manajemen pada integrasi sosial dan kultural
10)Kerjasama dengan otoritas kesehatan
11)Keberadaan dan pelaksanaan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
12)Pelaksanaan Upah Minimum Regional / Provinsi dan Struktur gaji yang adil
13)Terjaminnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Sumber : Seminar Pengelolaan Hutan Mangrove Denpasar, Bali 8September2003

)

Read more / Selengkapnya...

PUPUK PLANKTON

0 komentar

(I. CULTURE MEDIUM FOR DIATOMS
( Chaetocheros, Skeletonema, Cyclolella )
Na-medium

chemical
500 mL
1000 mL
2000 mL
NaNO3
1.5 ml
3 ml
6 ml
Na2HPO4
0.5 ml
1 ml
2 ml
Vitamin B12
0.5 ml
1 ml
2 ml
Clewat 32
0.5 ml
1 ml
2 ml
NaSiO3
0.5 ml
1 ml
2 ml
Vitamin mix
0.5 ml
1 ml
2 ml

II. CULTURE MEDIUM FOR NON DIATOMS
( Tetraselmis, Nannochloropsis, Isochrysis, Dunaliella, Pavlova )
MQ – medium

chemical
500 mL
1000 mL
2000 mL
A. solution
1 ml
2 ml
4 ml
B. solution
0.5 ml
1 ml
2 ml
Vitamin mix
0.5 ml
1 ml
2 ml
Clewat 32
1.5 ml
3 ml
6 ml

III. MEDIUM PREPARATION FOR MICROALGAE
NaNO3 medium
20 gram diluted in 200 ml distilled water and )
...

(autoclave 1150C, 30 minutes
Na2HPO4 medium
Na2HPO412H2O : 2.8 gram
NaHCO3 : 2.52 gram
EDTA 2Na : 3.62 gram
Diluted in 200 ml distilled water and autoclave 1150C, 30 minutes
K2HPO4 medium
K2HPO4 : 2.8 gram
NaHCO3 : 2.52 gram
EDTA 2Na : 3.62 gram
Diluted in 200 ml distilled water and autoclave 1150C, 30 minutes
NaSiO3 medium
1 gram diluted in 200 ml ditilled water and autoclave 1150C, 30 minutes
Clewat 32
10 gram diluted in 200 ml distilled water and autoclave 1150C, 30 minutes
A solution
202 gram KNO3 diluted in 1000 ml distilled water and autoclave 1150C, 30 minutes
B solution
HCl Pa : 14 ml
Na2HPO412H2O : 50 gram
CaCl2H2O : 33.56 gram
HCl diluted in 400 ml distilled water, added 50 gram NaHPO4 and 33.56 gram CaCl2 finally distilled water add up to 1000 ml volume.autoclave 1150C, 30 minutesed in 400 ml distilled watr, addedwater and autoclave 1150C, 30 minutes
IV. PREPARATION FOR VITAMIN SOLUTION
Vitamin solution
Vitamin B12 : 0.1 gram diluted in 500 ml distilled water ( gradually 100 ml )
Vitamin H : 0.1 gram diluted in 500 ml distilled water ( gradually 100 ml )
Vitamin mix solution
0.2 gram thiamin ( vit B1 ) diluted in 200 gram, added 1 ml vitamin B12 and 1 ml vitamin H
Vitamin B12 solution
2 ml vitamin B12 dilluted in 200 ml distilled water
all vitamin need not autoclave
)

Read more / Selengkapnya...

PROBIOTIK

0 komentar


(DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan)
...

(kulit, insang dan dapat diaplikasikan pada lingkungan (air). Keberadaan bakteri probiotik dalam saluran pencernaan dipengaruhi oleh komunitas bakteri di luar tubuh ikan dan faktor-faktor lingkungan lain. Karena itu probiotik dapat diintroduksi melalui pakan maupun lingkungan (air). Probiotik bekerja tidak hanya pada saluran pencernaan (intestinal) tetapi juga pada kulit dan insang ikan.
Probiotik diaplikasikan untuk memanipulasi lingkungan makro (perairan/macrocosm) dan/atau lingkungan mikro (pada/dalam tubuh ikan/microcosm). Keberhasilan aplikasi probiotik sangat dipengaruhi dan erat kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan makro dan mikro tersebut.
PRINSIP DOMINANSI
Keberhasilan hidup mikroorganisme bergantung dari keberhasilannya untuk membentuk koloni.
Kehidupan mikroorganisme erat kaitannya dengan prinsip seleksi alam dan dominansi.
Jenis mikroorganisme yang dominan adalah yang mampu secara cepat beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan membentuk koloni.
Jika koloni sudah terbentuk maka akan timbul prinsip antagonistik yang cenderung mendominasi populasi mikroorganisme.
KEMAMPUAN DOMINASI
Kemampuan suatu strain bakteri untuk mendominasi macro atau microcosm dipengaruhi oleh lingkungannya.
Indigeneous strain (strain asli) yang secara alamiah terdapat pada/dalam tubuh ikan lebih cepat beradaptasi dan mampu berbiak dengan cepat.
Introduksi non-indigeneous strain akan membutuhkan repetisi/pengulangan. Strain bakteri tersebut harus selalu diberikan agar dominansi dapat terjaga.
MEKANISME PROBIOTIK
- Beberapa cara bakteri probiotik unggul dalam kompetisi :
Kompetisi nutrien (biasanya mineral),
Menghasilkan inhibitor bagi bakteri pathogen,
Kompetisi ruang, terutama pada dinding intestinal tract,
- Beberapa cara probiotik memberi manfaat nutrisi :
Memproduksi nutrisi esensial (vitamin & asam amino) bagi inang,
Memproduksi enzym yang membantu pencernaan makanan bagi inang,
Memproduksi senyawa yang membantu non-specific immune system
Bakteri probiotik di perairan secara langsung merombak bahan organik, menyerap beberapa senyawa beracun (spt Fe, Nitrit, ammonia dll)‏.
)

Read more / Selengkapnya...

Pakan Buatan untuk Udang Vannamei

2 komentar

(Dalam meningkatkan produksi pada usaha budidaya udang Vannamei untuk memenuhi syarat gizi diperlukan pakan buatan. Yang dimaksud pakan buatan ialah)
...

(pakan yang diramu dari berbagai macam bahan. Pakan harus mengandung nutrisi yang lengkap dan seimbang bagi kebutuhan ikan atau udang. Karena nutrisi merupakan salah satu aspek yang sangat penting, jika makanan yang diberikan pada ikan mempunyai nilai nutrisi yang cukup tinggi, maka tidak saja memberikan kehidupan pada ikan tetapi juga akan mempercepat pertumbuhan. Seperti halnya hewan lainnya, udang juga memerlukan nutrien tertentu dalam jumlah tertentu pula untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh dan pertahanan diri terhadap penyakit. Nutrien ini meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
a.Protein
Kebutuhan udang akan protein akan lebih besar dibandingkan dengan organisme
Lainnya. Fungsi protein di dalam tubuh udang antara lain untuk :
Pemeliharaan jaringan
Pembentukan jaringan
Mengganti jaringan yang rusak
Pertumbuhan
Umumnya protein yang dibutuhkan oleh udang dalam prosentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan lainnya. Protein merupakan nutrien yang paling berperan dalam menentukan laju pertumbuhan udang. Kebutuhan udang akan protein berbeda-beda untuk setiap stadia hidupnya, pada stadis larva kebutuhan protein lebih tinggi dibandingkan setelah dewasa. Hal ini disebakan pada stadia larva pertumbuha udang lebih pesat dibanding yang dewasa. Disamping itu sumber protein yang didapatkan oleh udang juga berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan kebiasaan makan dari udang dimana pada stadia larva mereka cenderung bersifat karnivora. Makanan yang baik bagi udang Vannamei adalah yang mengandung protein paling bagus minimal 30% serta kestabilan pakan dalam air minimal bertahan selama 3-4 jam setelah ditebar.
b.Lemak
Lemak mengandung kalori hampir dua kali lebih banyak dibandingkan dengan protein maupun karbohidrat, karena perannya sebagai sumber energi sangat besar meskipun kadarnya dalam makanannya relatif kecil. Fungsi lemak dalam tubuh udang antara lain :
Sumber energi
Membantu penyerapan kalsium dan vitamin A dari makanan
Asam lemak penting bagi udang adalah asam linolenat, asam lemak ini banyak terdapat pada bagian kepala udang, didalam tubuh udang kelebihan lemak disimpan dalam bentuk trigliserida.
Disamping asam lemak essensial udang juga membutuhkan klesterol dalam makanannya, sebab udang tak mampu mensintesa nutrien itu dalam tubuh udang. Kolesterol berperan dalam proses moulting. Penambahan kolesterol di dalam tubuh udang melalui makanan akan sangat berpengaruh pada kadar kolesterol, kebutuhan kolesterol diperkirakan sebanyak 0,5%.
c.Karbohidrat
Berbeda dengan hewan lainnya karbohidrat dalam tubuh udang tidak digunakan sebagai sumber energi utama. Kebutuhan udang akan karbohidrat relatif sedikit. Pendayagunaan akan karbohidrat di dalam tubuh udang tergantung dari jenis karbohidrat dan jenis udangnya. Secara umum peranan karbohidrat di dalam tubuh udang adalah :
Di dalam siklus krebs
Penyimpanan glikogen
Pembentukan zat kitin
Pembentukan steroid dan asam lemak
Kadar karbohidrat di dalam tubuh udang akan mempengaruhi kandungan lemak dan protein tetapi tidak mempengaruhi kandungan kolesterol di dalam tubuh. Kandungan karbohibrat untuk makanan larva udang diperkirakan lebih rendah 20%.
d.Vitamin
Kebutuhan udang akan vitamin relatif lebih sedikit, tetapi kekurangan salah satu vitamin dapat menghambat pertumbuhan. Tiap-tiap jenis vitamin mempunyai fungsi yang berbeda-beda, secara umum kegunaan vitamin bagi udang adalah untuk :
Pigmentasi, peranan dari vitamin A (karoten)
Laju pertumbuhan pertumbuhan peranan dari vitamin C
Kelebihan vitamin akan bersifat racun atau antagonis terhadap fungsi fisiologis udang.
e.Mineral
Sumber mineral utama bagi udang adalah air laut. Mineral dalam tubuh udang berperan dalam pembentukan jaringan, proses metabolisme, pigmentasi dan untuk mempertahankan keseimbangan osmisis cairan tubuh dengan lingkungannya. Kebutuhan udang akan unsur Ca dan P yang optimum bagi udang diperkirakan 1,2 : 1,0. Kelebihan mineral dalam tubuh akan dapat menurunkan laju pertumbuhan dan mengganggu pigmentasi udang.
)

Read more / Selengkapnya...

MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN DALAM BUDIDAYA UDANG INTENSIF

0 komentar


(Meliputi:
1. ukuran pakan yang kita berikan
2. jumlah pakan yang diberikan
3. cara pemberian pakan
4. kontrol pakan ( di ancho )
5. sampling

1.ukuran butiran pakan.
ukuran pakan yang diberikan harus sesuai dengan capit dan mulut udang karena sangat penting menyangkut efisiensi kestabilan lingkungan.pakan yang terlalu kecil dan terlalu besar,akan berakibat rendahnya efisiensi,)
...

(dan akan cepat menurunkan kualitas air.
2. Jumlah pakan.
ditentukan oleh: jumlah tebar,nilai SR (survival rate) ,ukuran udang,dan tingkat feeding ratenya,lama cek ancho, kualitas air, fasilitas, tetapi untuk udang yang berumur 1 – 30 hari masih memakai feeding program. sedangkan kelanjutannya kita menggunakan kontrol ancho, dan cek saat sampling.
3. Cara pemberian pakan.
pada saat pakan no. D 0 S pemberian pakan harus dicampur dengan air agar pemberian pakan rata, cepat tenggelam, dan tidak berhaburan karena angin.setelah pakan no D0 pakan dibasahi secukupnya.pakan bisa ditebar keliling tanggul juga bisa dengan memakai rakit tergantung luas petak dan ketrampilan anak feeder.yang penting pakan jangan sampai tercecer di tanggul,dan harus tertebar merata di feeding area. Hindari penebaran pakan di dead zone.
Pemberian pakan diancho diberikan setelah pakan selesai ditebar keseluruhan di petak.jumlah prosentasi pakan di ancho ada terlampir.
Frekwensi pemberian pakan, awal kita berikan 3 kali sehari , kemudian 4 kali sehari dan 5 kali sehari.( dapat dilihat di feeding program).
Jam pemberian pakan.
sebaiknya diberikan pkl 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00.
diatas jam 23.00 jangan dilakukan pemberian pakan apapun alasannya karena saat itu kondisi kualitas air menurun, suhu turun, DO turun, H2S meningkat daya racun karena pH turun dan karyawan mengantuk.
4. Kontrol pakan di ancho.
ancho adalah alat komunikasi harian antara teknisi dengan udang dalam hal jumlah pakan, nafsu makan, ukuran udang,jumlah udang,kesehatan udang, sehingga ancho harus bagus dan tempatnya yang datar, dan arusnya jangan terlalu kencang.
Ancho berukuran 80 x 80 x10 cm.
-umur 10 hari ancho sudah diturunkan
-umur 20 hari ancho sudah diberi pakan sekedarnya
-umur 25 hari ancho diberi 0,3 % dikontrol 2-2,5 jam.
Apabila sampai umur 30 hari belum mau makan di ancho,makan pakan harus dipotong sampai 40 %nya.biasanya 2 hari kemudian udang sudah mau makan di ancho dan bisa dikontrol. Usahakan selang 3 – 4 hari setelah bisa dikontrol pakan bertahap dinaikkan dan dikembalikan ke porsi pada saat udang umur 30 hari.kemudian jumlah pakan disesuaikan dengan kemampuan makan udang.
Bila umur 25 hari pakan sudah bisa di kontrol 2,5 jam penambahan pakan jangan mengikuti program tetapi bisa ditambah max 10 %sehingga pada umur 30 hari kemampuan pakan udang sudah bisa seperti pada daftar.selanjunya pakan diikuti sesuai kemampuan makan udang dengan lama kontrol dan persen ancho seperti pada tabel.
4 ancho
habis
Pkn jam berikut ditambah/besuk pada jam yang sama max 10 %
3 ancho
habis
Pkn ditetapkan jamberikutnya dan pkn besuk jam yang sama dikurangi 10%
2 ancho
habis
Pakan jam berikutnya dikurangi,20 %,
Pkn besuk jam yg sama (– 30 % )
1 ancho
habis
Pkn jam berikutnya dikurangi 40 % dan pakan besuk jam yg sama – 50 %
0 ancho
habis
Pakan jam berikutnya dipuasakan.dan pkn besuk lihat perkembangan hari ini
Bila parah di coba diancho saja.
Setelah ancho bisa dikontrol selanjutnya mencari titik balance.pakan belum balan dalam arti masih kurang apabila ke 5 kali pemberian pakan habis semua pada jam kontrol.dan pakan sudah menunjukan balan bila pakan pada jam 23.00 sudah tidak habis.apabila kondisi sudah begini penambahan bisa dilakukan per 2 hari sekali.tetapi kontrol ancho tetap 5 kali sehari.
Dalam kondisi urgensi, pakan harus diperkaya dengan :
1. Vitamin ( multi vit, vit B komplek, vit C, vit E )
2. mineral Ca, P, Si, copper,zinc
3. immunostimulan (B glukan,
4. Probiotik ( Bacillus sp )
)

Read more / Selengkapnya...

Alga Periphyton

0 komentar

(Periphyton merupakan komunitas mikroorganisme yang tumbuh pada batu, kayu, makrofita, dan permukaan benda lain yang terendam dalam air. Periphyton pada dasarnya merupakan alga sifatnya menempel, akan tetapi bisa juga disebut sebagai rotifera, protozoa, dan bakteri yang menempel pada substrat perairan. Periphyton sangat)
...

(penting untuk indicator kualitas air baik secara kimia, fisik, maupun biologi.
Berdasarkan sifat atau cara penempelannya pada substrat, Cattaneo dan Kalff (1978) dalam Arfianti (1989) membagi alga periphyton atas lima kategori, yaitu:
1.Planktonik (“planktonik”), apabila alga biasanya ditemukan sebagai plankton dan secara aksidental juga dapat ditemukan sebagai periphyton.
2.Berfilamen (“filamentous”), apabila alga filament terikat pada substrat, tetapi secara normal hidup bebas atau hidup diantara alga lain.
3.Motil atau kokoid (“motile, cocoid”), apabila alga tidak mempunyai alat penempel dan pada umumnya hidup sebagai bentos.
4.Bertangkai (“stalked”), apabila alga menempel pada substrat dengan tangkai yang bergelatin yang dapat pendek atau sangat penjang, atau bahkan kadang-kadng bercabang.
5.Menempel (“attached”), apabila seluruh bagian tubuh alga menempel pada permukaan substrat.
Komunitas periphyton dalam tingkat tropic umumnya terdapat dalam tingkat tropic pertama yang berupa phytoplankton, tingkat trofik kedua yang terdiri dari zooglea, protozoa, dan mikroorganisme lain yang menempel.
Material tenggelam merupakan substrat atau media tumbuh bagi berbagai kelompok mikroorganisme, seperti bakteri, protozoa, alga, rotifera, dan sebagainya. Sebagian bakteri berfungsi sebagai perombak bahan organic menjadi bahan anorganik yang dapat segera dimanfaatkan oleh organisme autotrof seperti mikroalga. Populasi bakteri itu sendiri merupakan pakan bagi protozoa heterotrof.
)

Read more / Selengkapnya...

NITRIT, NITRAT and AMMONIA

0 komentar

(Nitrit (NO2)
Boyd (1982), menyatakan bahwa nitrit berasal dari proses reduksi nitrat oleh bakteri dalam kondisi anaerob di dalam air. Sedangkan menurut Wedemeyer (1996) dalam Kristianingsih (2003), sumber nitrit adalah konversi ammonia )
...

(oleh bakteri nitrifikasi yang berlebihan.
Pada system budidaya perairan khususnya tambak udang, senyawa nitrit sangat berbahaya. Senyawa tersebut akan menghambat masuknya oksigen kedalam tubuh hewan budidaya (udang). Senyawa nitrit masuk dalam tubuh organisme lain melalui insang.
Pada kondisi oksigen yang cukup (oxic), nitrit akan berubah menjadi nitrat. Sedangkan pada kondisi kurang oksigen (anoxic) nitrit akan berubah menjadi amonia. Hal ini disebabkan karena nitrit merupakan nitrogen yang tidak stabil.
Ion nitrit dibentuk dari nitrat NO3 atau ion amonium (NH4) oleh mikroorganisme tertentu yang ditemukan di tanah dan air. Nitrit merupakan produk intermediet antara amonium dan nitrat dimana nitrit dihasilkan dari dekomposisi feses oleh bakteri Nitrosomonas. Disarankan agar kandungan nitrit dalam media air pemeliharaan udang lebih kecil dari 8 ppm.
Nitrat (NO3)
Setelah nitrit terbentuk dan terakumulasi maka Nitrobacter akan tumbuh dengan mengkonsumsi nitrit tersebut dan kemudian menguraikannya menjadi nitrat. Bakteri yang berperan dalam proses nitrifikasi mengubah nitrit menjadi nitrat adalah Nitrobacter.
Nitrat berasal dari oksidasi amoniun secara sempurna yang dilakukan oleh bakteri nitrifikasi yang bersifat autotrofik. Nitrat tersebut sangat bermanfaat sebagai unsure hara yang dibutuhkan oleh algae namun jika berlebihan akan mengakibatkan blooming algae.

Ammonia
Ammonia merupakan hasil ekskresi atau pengeluaran kotoran udang yang berbentuk gas. Ammonia akan mengalami proses nitrifikasi dan denitrifikasi sesuai dengan siklus nitrogen dalam air sehingga menjadi Nitrit (NO2) dan Nitrat (NO3). Proses ini dapat berjalan lancer bila tersedia bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi dalam jumlah cukup, yaitu nitrobacter dan nitrosomonas.
Ammoniak diproduksi dengan mereaksikan gas Hydrogen (H2) dan Nitrogen (N2) dengan rasio H2/N2 = 3 : 1 . Disamping dua komponen tersebut campuran juga berisi inlet dan gas-gas yang dibatasi kandungannya, seperti Argon (Ar) dan Methan (CH4). Ammonia merupakan salah satu parameter kualitas air yang cukup beracun bagi hewan air dan daya racun akan meningkat pada pH yang tinggi. Di air nitrogen mempunyai 2 bentuk ammonia (NH3) yang bukan ion dan ion ammonium (NH4+). Amonia (NH3) merupakan racun bagi udang sedangkan ion ammonium tidak membahayakan bagi udang kecuali pada konsumsi tinggi. Konsentrasi ammonia yang aman bagi udang adalah kurang dari 0,01 ppm. Udang dapat hidup optimal dengan kandungan ammonia tidak lebih dari 0,5 ppm atau 0 ppm. Daya racun ammonia ini sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH air.
Dalam produksi udang vannamei secara intensif bahkan super intensif, ammonia umumnya menjadi kendala serius bagi kelangsungan hidup. Ammonia umumnya muncul dari protein diet ataupun ekskresi, Dimana semakin intensif teknologi yang digunakan, kadar ammonia menjadi senyawa tidak beracun, biasanya di bantu dengan mikroba, dimana perkembangan mikroba sangat bergantung pada C/ N ratio. Pada C/N ratio optimum akan tumbuh mikroba heterotroph yang mampu mengubah ion organik ammonia menjadi senyawa protein. Penambahan 20 g/m3 karbohidrat mampu menurunkan 1 ppm ammonia.
             Secara umum tahapan-tahapan proses pembuatan Amoniak dapat diuraikan  sebagai berikut :
1.      Feed Treating dan  Desulfurisasi
2.      Reforming Section
3.      Gas Purification
4.      Synthesa Loop dan Amoniak Refrigerant  (Anonymous, 2007)

)

Read more / Selengkapnya...

0 komentar


(Kotoran sapi dapat dimanfaatkan melalui proses fermentasi an aerob dengan hasil sludge dan gas bio sebagai pakan ternak, pupuk tanaman dan bahan bakar.
Lumpur hasil fermentasi unit bio-gas dapat pula dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman dan pakan ternak. Lumpur sludge sebagai hasil akhir pengolahan limbah biogas dapat dipergunakan)
...

(sebagai substansi pada bahan ransum pakan ikan.
Mekanisme kerja instan biogas (kapasitas 9.000liter) adalah sebagai berikut; campuran bahan isian yaitu kotoran ternak dicampur air dengan perbandingan tertentu (1:1) dimasukkan ke dalam degester (tangki pencerna) lewat lubang masukan sebanyak 7.000liter campuran. Isian rutin setiap hari 80-300liter campuran. Apabila bahan isian dalam digester (slurry) mencapai tahapan an-aerobik (tahap pencernaan metan organik), maka terjadilah produksi gas bio yang kemudian ditampung (terkumpul) di dalam holder. Kemudian teratur lewat keluaran gas. Oleh karena ruang pencerna dan ruang gas pada bangunan ini menjadi satu, tekanan gas yang berada di ruang gas (akibat gas yang produksi terus menerus) akan menimbulkan tekanan akibat pemadatan gas, tekanan tersebut akan mendorong permukaan isian (slurry) sehingga permukaan slurry turun. Volume penurun permukaan slurry berpindah atau keluar lewat pipa/lubang keluaran dan ditampung dalam bak penampungan (out let chamber).
Kandungan protein kotoran sebelum dan sesudah proses fermentasi tidak banyak mengalami perubahan. Hanya tidak berbau, parasit musnah dan lebih partebel sebagai pakan ternak. Bahkan kandungan nitrogen yang terikat menjadi lebih banyak dapat meningkat mutu bahan.
Padatan hasil biokonversi yang melalui fermentasi anaerob mengandung vitamin B12 dan antibiotik yang dapat menstimulasi pertumbuhan ternak.
Tabel 1. Komposisi sludge kering dan sludge basah
Komposisi
Sludge kering (%)
Sludge basah (%)
Bahan kering
85,98
10,08
Abu
55,89
45,02
Protein kasar
8,3
11,46
Serat kasar
16,32
18,84
Lemak
0,66
2,15
BETN
18,8
25,53
Sumber : Yunus, et al (1997)

)

Read more / Selengkapnya...

D N A

0 komentar


(DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan)
...

(nukleotida DNA tergolong sebagai polinukleotida. Rantai DNA memiliki lebar 22–24 Å, sementara panjang satu unit nukleotida 3,3 Å. Walaupun unit monomer ini sangatlah kecil, DNA dapat memiliki jutaan nukleotida yang terangkai seperti rantai. Misalnya, kromosom terbesar pada manusia terdiri atas 220 juta nukleotida. Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon kelima pada gula lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah gula penyusunnya; gula RNA adalah ribosa. DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur heliks ganda. Pada struktur heliks ganda, orientasi rantai nukleotida pada satu untai berlawanan dengan orientasi nukleotida untai lainnya. Hal ini disebut sebagai antiparalel. Masing-masing untai terdiri dari rangka utama, sebagai struktur utama, dan basa nitrogen, yang berinteraksi dengan untai DNA satunya pada heliks. Kedua untai pada heliks ganda DNA disatukan oleh ikatan hidrogen antara basa-basa yang terdapat pada kedua untai tersebut. Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin (dilambangkan A),sitosin (C, dari cytosine),guanin(G), dan timin (T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin.
)

Read more / Selengkapnya...

Selasa, 21 April 2009

TERUMBU KARANG DAN KARANG

0 komentar



Karang atau coral adalah hewan yang hidup di laut. Merupakan hewan-hewan yang pertumbuhannya yang sangat lambat. Hewan karang yang paling cepat pertumbuhannya, dapat tumbuh sampai 10 cm setahun sedangkan jenis karang lainnya hanya tumbuh beberapa mm saja. Hewan karang atau coral ini hidup berasosiasi dengan tanaman dan hewan di laut. Termasuk ke dalam golongan hewan-hewan karang ini adalah Sponge, Polyp, Coral, Soft coral dan Sea Fans.Sponge merupakan bentuk primitif hewan karang yang sangat sederhana yang hidup melekat secara permanen pada suatu lokasi di laut (sessile). Terdapat sebanyak 5.000 sampai 10.000–an species sponge yang hidup di air laut.
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hew an karang. Karang adalah hew an tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hew an berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Lebih lanjut dalam makalah ini pembahasan lebih menekankan pada karang sejati (Scleractinia).
Satu individu karang atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar dijumpai pada karang yang soliter.

ANATOMI KARANG
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh terdiri dari
1. mulut dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri.
2. rongga tubuh (coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovascular)
3. dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Di antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut mesoglea. Jaringan ini terdiri dari sel-sel,serta kolagen, dan mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material tersebut berupa
kalsium karbonat (kapur).
Bertempat di gastrodermis, hidup zooxanthellae yaitu alga uniseluler dari kelompok Dinoflagelata, dengan w arna coklat atau coklat kekuning-kuningan.
Karang dapat menarik dan menjulurkan tentakelnya. Tentakel tersebut aktif dijulurkan pada malam hari, saat karang mencari mangsa, sementara di siang hari tentekel ditarik masuk ke dalam rangka.
Di ektodermis tentakel terdapat sel penyengatnya (knidoblas) , yang merupakan ciri khas semua hewan Cnidaria. Knidoblas dilengkapi alat penyengat (nematosita) beserta racun didalamnya. Sel penyengat bila sedang tidak digunakan akan berada dalam kondisi tidak aktif,dan alat sengat berada di dalam sel. Bila ada zooplankton atau hew an lain yang akan ditangkap, maka alat penyengat dan racun akan dikeluarkan.

JENIS TERUMBU KARANG (REEFS)
Terumbu karang merupakan hasil proses penimbunan rangka hewan karang dalam kurun waktu yang berabad-abad lamanya. Terumbu karang yang ada dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:
• Fringing reefs. Terumbu karang yang terbentuk memanjang di sepanjang pinggiran pantai. Terumbu karang tipe ini terdapat di daerah continental shelf di laut dengan kedalaman air yang dangkal.
• Barrier reefs. Terumbu karang tumbuh sejajar garis pantai akan tetapi terletak jauh ketengah laut, biasanya terpisah dari daratan dengan laguna (lagoon), bagian laut yang dalam. Disebut barrier karena membentuk batas antara laguna dan laut lepas.
• Coral Atolls. Terumbu karang berbentuk cincin yang tumbuh di atas gunung berapi yang tua dan tenggelam di laut. Menurut teori Darwin dalam proses pembentukan karang atol mula-mula karang tumbuh sebagai sebagai fringing reef di bagian yang dangkal mengelilingi suatu pulau vulkanik. Kemudian secara alamiah perlahan-lahan pulau tersebut tenggelam dan terumbu karang tetap meneruskan pertumbuhannya makin ke atas, sel baru tumbuh di atas sel yang mati, sampai akhirnya hanya terumbu karangnya saja yang tersisa. Bila pulau vulkaniknya tenggelam seluruhnya maka akan tersisa atol melingkar mengelilingi laguna. Read more / Selengkapnya...

BUDIDAYA UDANG SISTEM BIO-FLOC

0 komentar

Budidaya dengan sistem Bio-Floc adalah mengembangkan komunitas bakteri di dalam tambak.
Menumbuhkan dan menjaga dominasi bakteri di dalam tambak adalah lebih stabil daripada dominasi algae (plankton) karena tidak tergantung sinar matahari.
Kualitas air lebih stabil sehingga penggunaan air sedikit (hanya nambah) karena ada pembuangan lumpur.
Microba penyebab penyakit tertekan.
Bakteri terkumpul dalam suatu gumpalan yang disebut Floc.
Semakin banyak floc yang terbentuk akan semakin besar pula perannya dalam merombak limbah nitrogen
Dapat bekerja siang maupun malam.
Sedikit dipengaruhi cuaca
Merubah limbah nitrogen menjadi makanan berprotein tinggi bagi udang
Budidaya udang dengan Bio-Floc dapat dilakukan dimana saja. Baik di daerah tropis, sub tropis, di kota, dalam bangunan maupun green house.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan budidaya udang dengan sistem Bio-Floc.
Pemasangan Filter pada air masuk
Reservoir dan kolam pengendapan
Bibit yang bebas penyakit dengan padat tebar yang cukup tinggi.
Tanpa/sedikit pergantian air
Biosecurity
Aerasi yang cukup memadai
Lining / Pond liner
Pembuangan lumpur dari sentral
Karbon (gula, molase, tepung terigu) untuk merangsang perkembangan bakteri
Suhu dijaga di atas 30 oC
Laboratorium untuk analisa mutu air dan penyakit Read more / Selengkapnya...

Rabu, 15 April 2009

PASIFIC WHITE SHRIMP

2 komentar


klasifikasi Litopenaeus vannamei adalah :

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobrachiata

Famili : Panaeidae

Genus : Littopenaeus

Spesies : Littopenaeus vannamei

Commun Name : Udang putih, Pasific White Shrimp

Morfologi

Tubuh udang vanname dibentuk oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Vanname memiliki tubuh berbuku – buku dan aktivitas berganti kulit luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting). Kepala (thorax) udang vanname terdiri dari antenula, antenna, mandibula dan dua pasang maxillae. Kepala udang vanname juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5 pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan. Endopodite kaki berjalan menempel pada cephalothorax yang dihubungkan oleh coxa. Bentuk peripoda beruas – ruas yang berujung dibagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit (kaki ke-1, ke-2 dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4 dan ke-5). Diantara coxa dan dactylus terdapat ruang yang berturut – turut disebut basis, ischium, merus, carpus dan cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies Pennaeid dalam taksonomi. Perut (abdomen) udang terdiri dari 6 ruas. Bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki renang dan sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama – sama telson.

Udang vanname adalah jenis udang laut yang habitat aslinya di daerah dasar dengan kedalaman 72 meter. Udang vanname dapat ditemukan di perairan/lautan Pasifik mulai dari Mexico, Amerika Tengah dan Selatan. Udang vanname relatif mudah dibudidayakan. Sedangkan untuk pejantan pada udang vanname setelah menjadi dewasa memiliki ciri – ciri sebagai berikut ; petasma menjadi simetris, agak terbuka, tak mempunyai penutup, kurangnya proyeksi distomedian, mempunyai sirip costae yang pendek sehingga tidak dapat menjangkau sampai tepi distal dan terbuka dengan jelas.

Di dalam kondisi budidaya, udang vanname hidup mendiami seluruh kolom air, dari dasar hingga lapisan permukaan. Sifat tersebut memungkinkan udang tersebut dipelihara di tambak dalam keadaan padat .

Reproduksi

Udang vanname dapat ditemukan di perairan/lautan Pacific mulai dari Mexico, Amerika Tengah dan Selatan dimana temperatur perairan tidak lebih dari 20°C sepanjang tahun. Populasi udang vanname di daerah tersebut selalu kontinyu dan terisolasi. Udang vanname relatif mudah dibudidayakan dan bisa dilakukan diseluruh dunia. Secara alami udang vanname termasuk jenis katadromus, yaitu udang dewasa hidup di laut terbuka dan udang muda migrasi ke arah pantai. Di habitat aslinya, udang matang gonad (matur), kawin (mating) dan bertelur (spawning) berada pada perairan dengan kedalaman sekitar 70 meter di Amerika selatan, tengah dan utara, dengan suhu 26 - 28°C dan salinitas sekitar 35 ppt. Telur menetas dan larva berkembang di laut dalam sebagai tempat berkembangnya zooplankton. Post larva udang vanname bergerak mendekati pantai dan menetap di dasar estuari/muara. Di estuari, tersedia nutrien, air laut dengan salinitas dan suhu yang bervariasi dari pada di laut terbuka. Setelah beberapa bulan di estuari, udang muda kembali ke lingkungan laut menjauhi pantai, dimana aktivitas matur, mating dan spawning terjadi.

Dengan sistem reproduksi yang dimiliki oleh udang vanname baik jantan maupun betina, maka perkawinan udang vanname dilakukan di luar tubuh. Perkawinan/mating pada udang vaname biasanya terjadi sebelum dan sesudah matahari terbenam, dan terjadi antara 3 – 16 detik, dapat dirinci dalam 4 fase yaitu :

  1. Pendekatan : biasanya udang jantan secara cepat mendekati udang betina dari samping dengan berjalan di dasar.

  2. Perangkakan: Setelah mendekati betina dari samping, udang jantan merangkak dengan kepala dibawah ekor udang betina. Dengan pendekatan tersebut, akibatnya udang betina bergerak.

  3. Pengejaran: Setelah udang jantan merangkak dibawah ekor udang betina, udang betina mulai berenang cepat. Udang betina berenang sepanjang dinding bak atau melintasi tengah bak. Udang jantan kemudian mengejar udang betina dan berenang dengan posisi paralel. Seekor udang betina bisa dikejar/diburu oleh dua sampai tiga udang jantan sekaligus. Udang betina yang telah matang telur akan diburu lebih sering dari pada yang tidak matang telur. Jika udang betina terpisah dari udang jantan, maka udang betina matang telur akan diseleksi untuk dimasukkan pada bak yang berisi udang jantan. Udang betina matang telur tersebut akan mengeluarkan pheromone pertama yaitu chase-stimulating pheromone yang disalurkan lewat air dan merangsang udang jantan untuk memburunya. Pheromone kedua adalah mating-stimulating pheromone, yang dikeluarkan oleh induk betina yang matang telur penuh dan hanya singkat serta terjadi karena kontak fisik.

  4. Perkawinan/mating : Setelah pengejaran, udang jantan membalikkan tubuh ke arah ventral udang betina dan mencengkeram betina dengan kaki jalan. Posisi ventral dengan ventral terjadi 1 sampai 2 detik, ketika udang jantan mengeluarkan spermatophore dari petasma. Spermatophore diletakkan pada telikum betina setelah mating sempurna.


Setelah terjadi mating, satu atau dua jam kemudian induk betina akan segera memijah/spawning. Proses spawning biasanya sekitar dua menit. Selama itu udang betina berenang perlahan pada kolom air dan menyemprotkan seluruh telur dari ovary. Selama telur disemprotkan, udang betina dengan cepat akan mencampur telur dan sperma yang melekat pada telikum dengan menggunakan kaki renang. Dengan demikian telur akan terbuahi.




Read more / Selengkapnya...

Followers

 

FRANS_BLOG. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com